Minggu, 13 November 2011

kualitas penduduk indonesia

Kualitas penduduk Indonesia

Advokasi hak-hak anak di Bandung
56% angkatan kerja hanya lulusan SD sehingga nilai tambahnya kecil
Enam anak perempuan, yang bekerja sebagai pengasuh anak di sebuah kompleks perumahan Kecamatan Cibiru, Bandung, Jawa Barat , mengaku terpaksa bekerja begitu lulus SD atau SMP karena tidak mampu melanjutkan sekolah.
"Saya lulusan SD...setelah keluar sekolah satu bulan saya langsung kerja dari umur 13 tahun," kisah Risa, seorang pengasuh anak dari Pengalengan, Jawa Barat.
Dua tahun lebih muda dari Risa adalah Jeje Cahyati berusia 17 tahun. Dengan modal ijazah SMP tidak banyak pilihan pekerjaan yang tersedia baginya. Oleh karena itu, dia mengaku puas menjalankan tugas mengasuh dua anak, mencuci dan membersihkan lantai majikan setiap hari.
Enam pekerja hanya tamat SD dan SMP tersebut ternyata merupakan mayoritas angkatan kerja di Indonesia. Kondisi ini, kata Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Sonny Harry Harmadi, menunjukkan bahwa kualitas penduduk Indonesia masih rendah.
"Bisa dibayangkan 56% angkatan kerja kita hanya lulusan SD ke bawah. Ini menandakan bahwa akses masyarakat terhadap pendidikan tidak membaik juga. Memang dulu ada SD Inpres tetapi ya cukup sampai SD saja," jelas Sonny.

Nilai tambah

Penjual mainan di NTT
Sebagian besar warga terjebak pada pekerjaan-pekerjaan kasar
Indikator lain untuk mengukur kualitas penduduk adalah kesehatan dan menurut Sonny kondisi kesehatan belum mengalami perbaikan berarti. Dia mengambil contoh ketersediaan air bersih.
"Ketika air bersih sulit didapat biaya untuk memperoleh air sangat mahal. Jadi itu bisa memiskinkan orang. Di beberapa daerah yang pernah kami kunjungi (membor) lebih dari 50 meter pun belum tentu dapat air dan membor tanah sampai kedalaman tertentu biayanya luar biasa mahal," tambah Sonny.
Air bersih seperti dikatakan oleh Sonny Harry Harmadi adalah sebuah kemewahan bagi sebagian penduduk. Air yang kotor menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya penyakit kulit, diare, dan infeksi.
Memang indikator pendidikan dan kesehatan acapkali digunakan untuk mengukur kualitas penduduk suatu negara seperti digunakan oleh lembaga PBB untuk menangani masalah pembangunan, UNDP.
Indonesia saat ini berada di peringkat 111 dari 182 negara di seluruh dunia, jauh di bawah Singapura (23), Malaysia (66) dan Thailand (87).

Lingkaran setan

Tentu penduduk kualitas rendah berdampak besar terhadap kemampuan untuk menciptakan nilai tambah.
"Penduduk yang bertambah itu kualitasnya rendah. Kalau kualitasnya rendah kemudian daya saing terhadap bangsa-bangsa lain tidak memadai dan kita akan terjebak pada ... pekerjaan-pekerjaan kasar yang tentu saja income-nya menjadi rendah," kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief.
Akan tetapi, menurut mantan Menko Kesra Orde Baru Haryono Suyono, kualitas penduduk sekarang cukup bagus hanya saja tidak sesuai dengan tuntutan jaman.
Pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Kota Kupang
Keuntungan ekonomi akan banyak tersedot untuk biaya kesehatan
"Jadi sekarang ini diperlukan tenaga-tenaga ahli dengan industri yang sophisticated. Tenaga-tenaga ahli itu belum diproduksi karena sekolahnya masih sekolah umum seperti SMA dan sebagainya. Dikejar dengan SMK tetapi kecepatannya relatif rendah dibanding Malaysia," katanya.
Daya saing generasi sekarang jauh lebih bagus dibanding lulusan tahun 1970-an atau 1980-an tetapi pada waktu itu lapangan pekerjaan yang tersedia tergolong masih sederhana, kata Haryono. Sedangkan sekarang kesempatan yang ada lebih maju tetapi tenaga kerja yang tersedia tidak siap mengambil peluang.
Dengan demikian tanpa ledakan penduduk pun, sebenarnya kualitas sumber daya manusia memang rendah dan tanpa memutus lingkaran setan maka akan lahir lagi generasi kualitas rendah.
Oleh karena itu, kata Direktur Kependudukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Subandi Sardjoko, pemerintah akan meningkatkan indeks pembangunan manusia dan membangun penduduk yang tumbuh seimbang.
"Satu orang perempuan digantikan oleh rata-rata satu orang anak perempuan sehingga satu orang idealnya punya dua anak," jelas Subandi.
Dari rangkuman para nara sumber, jelas bahwa pertumbuhan penduduk pesat dengan kualitas rendah menimbulkan masalah dalam pembangunan.
Sebab, keuntungan ekonomi dari pembangunan habis tersedot untuk mengatasi kemiskinan dan membiayai kesehatan, misalnya pasien-pasien yang datang ke puskemas ini akan lebih banyak.

sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2010/07/100708_population3.shtml

Tidak ada komentar:

Posting Komentar