Sabtu, 10 Desember 2011

Menyiasati kekeringan di NTT


Kondisi lahan di Pulau Semau
Kekeringan di NTT sangat mengganggu kehidupan para petani
Kekeringan sering melanda Nusa Tenggara Timur dan sangat mengganggu produksi pertanian. Prijo Sotedjo, staf dosen Fakultas Pertanian dan Pasca Sarjana Universitas Nusa Cendana Kupang, bersama para pegiat lain membina para petani di Pulau Semau menyiasati kekeringan yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir ini kami melakukan pembinaan terhadap para petani di sejumlah desa di Pulau Semau, salah satu tempat kering di NTT. Pulau ini terletak di sebelah barat ibukota Kupang dan dapat dijangkau dengan perahu sekitar setengah jam.
Mengacu hasil pengamatan lima tahun terakhir, musim kemarau di wilayah ini dapat dikatakan cenderung semakin panjang ditandai dengan mundurnya musim hujan dan pendeknya masa hujan.
Hasil yang kami dari tani sering tidak cukup, dan kami cari sampingan lain seperti mencari rumput laut
Ibu Rita, petani di Pulau Semau
Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pola usaha tani masyarakat di pulau yang sebagian besar masih menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian.
Para petani menggantungkan hasil pada curah hujan sehingga di luar musim hujan mereka harus berusaha lain untuk mencukup keluarga.
Data luas lahan kritis cenderung terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 1999 luas lahan kritis berkisar 1,3 juta dan meningkat menjadi 4,4 juta ha pada tahun 2005.
Kondisi ini terus meningkat walaupun sudah dilakukan usaha pengelolaannya.

Teknologi hemat air

Ladang petani di Pulau Semau
Dengan teknologi hemat air, para petani hanya perlu menyiram lima hari sekali
Pada umumnya para petani di Pulau Semau ini menanam jagung dan padi, namun tanaman ini sangat tergantung pada hujan.
Martin, salah seorang petani di Semau, mengatakan untuk tanaman musim hujan seperti jagung dan padi sering tidak mencukup karena sering mengarah pada gagal panen.
"Karena itu pada musim kering yang panjang kami mencoba menanam sayur, lombok dan bawang merah untuk menutupi kekurangan kebutuhan keluarga," kata Martin.
Di tengah kondisi yang tidak jelas ini, kami berusaha untuk memperbaiki pola usaha tani dengan memperkenalkan tehnologi hemat air.
Tehnologi yang kami tawarkan kepada petani di wilayah ini khususnya di beberapa desa yaitu desa Uiboa, Uithiuhana, dan Akle adalah tehnologi yang praktis ramah lingkungan dan membantu dalam menyiasati akibat kekeringan panjang.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan aplikasi tehnologi ini kami membagi para petani menjadi kelompok tani yang terdiri atas 10-15 anggota.
Dengan irigasi tetes dan pemulsaan ini petani tidak perlu menyiram air setiap hari tetapi cukup empat atau lima hari sekali, dan itupun tidak langsung disiram ketanaman tetapi cukup pemberian air ke wadah penampung.
Kami menerapkan model sekolah lapangan sehingga para petani dan pemandu lokal belajar bersama dengan tenaga ahli.
Tanam sayuran menjadi model awal dalam teknologi hemat air karena tanaman ini secara langsung dapat dimanfaatkan keluarga, dapat dijual dan tidak memerlukan areal luas.

Bahan energi alam

Prijo Sotejo dan petani
Salah satu yang diterapkan adalah teknologi hemat air
Selain mengembangkan usaha tani hemat air, petani kami ajak untuk memanfaatkan sumberdaya alam lain untuk pupuk dan juga untuk bahan bakar kompor.
Dengan memanfaatkan bahan alam yang dapat dibuat sendiri secara sederhana, maka petani dengan kelompok taninya mampu memproduksi pupuk dan pestisida alami, seperti daun johar, nitas, kirinyu, babonik, lamtoro, dan turi.
Kami juga berusaha mengembangkan tehnologi pembuatan kompor sedehana berbahan baku dari rumput, sisa tanaman, dan biomassa lain seperti guguran daun dan ranting, serta kompor berbahan bakar biji-bijian, yang mengandung minyak seperti nitas, kemiri, kosambi, jarak, dan jambu mete.
Tujuan utama dari penggunaan energi rumah tanga berbahan bakar lokal ini adalah untuk mengganti pemakaian kayu bakar dan minyak tanah sebagai bahan bakar rumah tangga sekaligus dapat memanfaatkan sisa tanaman dan bagian tanaman dan biji tanaman yang tidak laku dijual.
Pada akhirnya diharapkan petani dapat mandiri dalam pemenuhan energi rumah tangga mereka.

Daerah lain

Pembinaan untuk para petani ini kami lakukan melalui kerja sama antara Universitas Nusa Cendana, Yayasan Kehati, Yayasan Pandu Lestari, petugas penyuluh lapangan dari dinas pertanian dan kehutanan serta aparat desa.
Salah seorang kepala desa yang aktif dalam mendorong para petani adalah Zefanya, kepala Desa Uiboa.
“Penduduk desa kami pada umumnya petani. Sebelum adanya pembinaan, masyarakat menunggu kegiatan pembersihan lahan untuk menanam, namun setelah ada pembinaan, masyarakat tidak hanya menunggu musim hujan namun di musim kemarau pun sudah mulai menanam,” kata Zefanya, yang juga adalah seorang pendeta.
Kami juga merencanakan untuk mengembangkan tehnologi ini di daerah kering lain di NTT seperti di daerah Timor Tengah Selatan.
Namun sementara ini masih banyak yang harus dilakukan di desa binaan di pulau Semau sampai para petani bisa mandiri.

sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2009/12/091225_witnesskupang.shtml

Tidak ada komentar:

Posting Komentar