Sabtu, 28 April 2012

Coret-Coret Seragam, Luapan Emosi yang Salah

Medan, Psikologi Zone – Usai mengikuti Ujian Nasional (UN), banyak siswa yang justru meluapkan kegembiraan mereka dengan mencoret-coret seragam sekolah. Aksi ini sungguh disesalkan berbagai pihak karena meluapan emosi dengan cara yang salah.
“Aksi coret-coret itu didasari keinginan mereka mencoba dan merasakan bagaimana meluapkan kegembiraan usai melaksanakan UN. Sayangnya cara yang mereka ketahui itu adalah dengan mencoret-coret seragam mereka,” ucap Prof Dr Abdul Munir MPd, Dekan Psikologi Universitas Medan Area (UMA), Minggu (22/4).
Usia remaja merupakan masa transisi, banyak perilaku mereka didasari oleh rasa ingin tahu dan mencoba hal-hal baru. Aksi coret-coret seragam sekolah bisa menjadi model bagi siswa lainnya, sehingga menjadi sebuah tren di kalangan mereka.
Menurutnya, peran media juga ikut menyebabkan aksi coret-coret di kalangan remaja ini terjadi. Ia berharap media memberitakan kegiatan siswa yang lebih positif, misalnya dengan pengumpulan seragam untuk disumbangkan, doa bersama atau kegiatan positif lain.
“Jadi, dengan media memberitakan kegiatan-kegiatan positif itu akan menjadi sajian informasi baru bagi si pelajar, kalau memang usai melaksanakan UN tidak hanya dapat diluapkan melalui coret-coret tetapi ada kegiatan positif yang bisa dilakukan oleh para siswa,” paparnya.
Bukan hanya peran media, pihak sekolah juga perlu untuk berpartisipasi dalam mencegah aksi coret-coret. Sosialisasi seharusnya dilakukan sebelum masa UN berakhir, pihak sekolah bisa membuat anjuran atau usulan kegiatan positif saat UN berakhir.
“Sekolah harus aktif melakukan anjuran-anjuran kepada siswanya sebelum ujian berakhir, sehingga paling tidak dengan anjuran itu akan membuka pemikiran bagi siswa untuk melakukan hal positif bukan aksi coret-coretan seperti yang selama ini terjadi, “ujarnya lagi.
Prof Munir tidak setuju bila harus diberikan sanksi kepada siswa yang ikut dalam aksi coret-caret seragam. Ia menilai sanksi yang diberikan tidak dapat digunakan sebagai jaminan untuk menyelesaikan fenomena ini. Sanksi atau hukuman hanya akan menimbulkan perlawanan yang berujung tindakan anarkis.
“Pendekatan persuasif, baik itu melalui pemberitaan oleh media, anjuran-anjuran dari sekolah dan keluargasetidaknya mampu mengurangi aksi coret-coret seragam sekolah,” tuturnya.(bs/mba)

sumber: http://www.psikologizone.com/coret-coret-seragam-luapan-emosi-yang-salah/065116321

review: 
Acara coret-coret baju setelah UN adalah meluapkan kelegaan karena mereka telah menyelesaikan UN dan berpikir seragam yang dicoret-coret dapat kita kenang. Kenangan masa-masa SMA/SMP yang sedih maupun bahagia dilakukan bersama-sama, mereka meluapkan dengan coret-coret plus tanda tangan dari temannya.Namun dari kalangan lain menilai hal ini tidak perlu dilakukan. Daripada dicoret-coret lebih baik disumbangkan kepada anak yang kurang mampu.
Pandangan seseorang itu pasti berbeda-beda jadi tergantung kita menganggapnya coret-coret tindakan yang tidak perlu, atau tindakan yang akan kita kenag

Gedung Dewan Tanpa Rok Mini

Liputan6.com, Jakarta: Lantai tiga Gedung Nusantara II DPR biasanya sangat ramai jika sidang paripurna tengah digelar. Lobi ruang sidang paripurna pun dipenuhi staf ahli anggota Dewan yang hadir. Ada saja keperluannya, mulai dari mengecek absensi, hingga memastikan para anggota Dewan memperoleh materi sidang tertulis.

Keberadaan staf ahli, terutama wanita, yang sifatnya temporer memang seringkali jadi perhatian, terutama oleh kaum laki-laki. Alasannya sederhana, lantaran pakaian yang dikenakan mereka. Untuk itu, Badan Urusan Rumah Tangga DPR sedang menyusun larangan berpakaian seksi, bahkan larangan penggunaan rok mini di seluruh kompleks DPR. 

Meski belum ada larangan resmi, wacana ini ternyata berpengaruh. Anggota Dewan dan staf ahli wanita yang sering menggunakan rok mini, Selasa (6/3) ini sudah menggunakan rok sebatas lutut, bahkan celana panjang.

Namun, tidak semua wanita setuju, termasuk Rieke Dyah Pitaloka, anggota DPR dari Fraksi PDIP. Menurutnya, urusan rok mini ini tak perlu harus diatur secara khusus. "Masih banyak undang-undang yang harus diproduksi ketimbang membuat aturan tentang itu," jelasnya.

Kompleks DPR sebagai lembaga tinggi negara memang harus dijaga kehormatannya. Bukan saja dengan cara berpakaian para penghuninya, namun juga dengan perilaku yang terhormat.(ADO)


sumber: http://berita.liputan6.com/read/380623/gedung-dewan-tanpa-rok-mini


review: 
Memakai rok mini itu terserah dari pemakainya, tetapi disesuaikan pada tempatnya agar terhindar dari bahaya bahaya yang mengintai perempuan pada temapt umum. Tetapi anggota DPR kenapa merasa risih akan wanita yang memakai rok mini? apa ini terjadi karena kurangnya iman anggota DPR untuk tidak melihat lawan jenis, apalgi emreka sudah memiliki istri. Daripada mengurusi masalah rok mini ini, seharusnya DPR mengurus masalah yang berkaitan dengan masalah masyarakat yang lebih penting.

Minggu, 22 April 2012

Bocah TK Cari Nafkah Gantikan Ibunya



Bocah TK Cari Nafkah Gantikan Ibunya
Liputan6.com, Purworejo: Sesuai namanya, Bintang, seorang bocah yang masih duduk di taman kanak-kanak di Purworejo, Jawa Tengah. Ia berjiwa mulia karena benar-benar bisa menyinari penderitaan orangtua yang menderita cacat fisik. Bintang tak malu mengamen sepulang sekolah dengan disaksikan sang ibu, Sariyati yang duduk di atas kursi roda demi menyambung hidup sehari-hari.

Bintang membantu mencari nafkah mengingat keterbatasan ibunda tercinta. Kedua kaki ibunya putus akibat tertabrak kereta api Premix Ekspres di Desa Klepo, Kutoarjo, tiga tahun silam.

Beragam lagu dibawakan Bintang. Meski cuma berbekal lagu yang didapat dari sekolah, seperti lagu Pelangi dengan petikan jemari tangannya melalui gitar yang fals. Bocah yang bercita-cita jadi polisi itu mengaku sengaja tak melibatkan kedua kakaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar ikut mengamen. Sebab mereka tak mau diajak dan memilih bermain-main di rumah.

Namun bagi Bintang, terasa punya beban berat jika sehari saja tak mengamen demi membahagiakan ibundanya yang cacat fisik. Bagi Bintang yang penting tidak mengganggu sekolahnya dan apa yang didapat adalah halal.

Sementara Sariyani hanya bisa pasrah. Ia terpaksa mengizinkan Bintang mengamen demi mendapatkan uang menggantikan dirinya yang tak lagi bisa bekerja. Apalagi Ngatijo, suaminya telah meninggal akibat kecelakaan yang sama sehingga praktis mengubah kondisi ekonominya hancur.(AIS)



sumber: http://berita.liputan6.com/read/385556/bocah-tk-cari-nafkah-gantikan-ibunya

review:
Dengan umur yang masih sangat belia, bintang rela bekerja untuk menghidupi kehidupannya bersama ibunya. Walaupun ibunya tidak menyetujuinya tetapi keadaan yang memaksa bintang pun mengamen setelah dia pulang sekolah. Kasih yang tulus dari Bintang seorang anak kecil yang tanpa lelah bernyayi dari dalal bisa ataupun disepanjang jalan demi mendapat uang yang mungkin tidak seberapa untuk menghidupi keluarganya. Perjuangan hidupnya yang sungguh berat ini harus di contoh. Dia tidak pernah mengeluh dan berusaha untuk membahagiakan ibunya.

Sabtu, 21 April 2012

Hilangnya Kepercayaan Masyarakat terhadap Parpol


Analisis
Hasil survei yang dilakukan Centre for strategic and International Studies (CSIS) menyatakan kepercayaan masyarakat terhadap partai politik saat ini sangat rendah ,hanya 22,4 persen responden menilai partai politik memiliki kinerja yang baik, sisanya menilai sebaliknya. Dukungan terhadap partai politik turun dibandingkan dengan pemilu 2009. hal tersebut dikarenakan saat ini partai politik bukanlah institusi yang menjadi saluran buat aspirasi publik ke pemerintah, tetapi partai politik lebih menjadi alat buat elit-elit politik untuk mencapai kekuasaaan dan menguasai sumber daya alam yang ada. Survei ini dilakukan secara acak bertingkat pada 16 hingga 24 Januari 2012 terhadap 2117 responden di 33 provinsi.
Hasil survei CSIS juga menunjukan, saat ini masyarakat menilai kinerja pemerintahan di tiga bidang yang menjadi perhatian publik yaitu penegakan hukum, pengentasan dari kemiskinan dan pemberantasan korupsi sangat lemah. Yang kita temukan justru semua orang yang tidak mendukung partainya di tahun 2009, hari ini menjadi orang-orang yang tidak punya pilihan. Sebenarnya didalam sistem demokrasi itu partai punya tugas dua arah, pertama, dia menjadi corong untuk mensosialisasikan keputusan-keputusan dari atas ke bawah, kemudian di sisi lain dia juga menjadi saluran aspirasi dari bawah untuk disampaikan kepada pemerintah maupun elit-elit. Saya kira itu fungsi sentral dari partai. Hari ini dua-dua fungsi ini tidak berjalan. Mereka betul-betul hanya dijadikan alat untuk mencapai kekuasaaan.

Fakta Bahwa Masyarakat Lebih Memilih Golput
Prediksi pemilu 2014, hasil survei CSIS menyatakan bahwa akan semakin banyak pemilih golongan putih (golput) karena tak percaya pada partai politik. Masyarakat lebih memilih golput karena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dikhawatirkan akan menimbulkan potensi instabilitas sosial politik yang ada. Sikap anti masyarakat terhadap Parpol merupakan wujud publik masih bersikap kritis dan mekanisme kontrol masyarakat masih berjalan. Sikap itu juga sebuah kemajuan untuk melihat dan mengoreksi Parpol. Kekuasaan itu bukan blanko kosong, sebetulnya kontrol masyarakat itu bukan hanya ada di balik pemilihan tetapi justru sesudah pemilihan. Justru pemilih harus terus mencurigai penguasa dengan kekuasaannya apakah masih sesuai janji- janjinya saat kampanye, atau sudah melenceng. Memburuknya penilaian pu blik terhadap Parpol tak lepas dari perilaku elite Parpol sen­diri. Jika kepercayaan pada parpol semakin luntur, maka akan merusak sistem demokrasi di Indonesia.
Kalau misalnya dari 67 juta orang itu pemilih baru, golputnya 50 persen, kita bisa hitung bahwa setengahnya golput lebih banyak. Dalam perspektif demokrasi, ini menjadi hal yang perlu dipertanyakan. Bagaimana kita mau memperkuat demokrasi, kalau orang yang punya hak politik tidak mau menggunakan haknya itu dengan sungguh-sungguh. Sebuah negara tak bisa hidup tanpa partai politik. Oleh karena itu, parpol harus membenahi diri dan programnya sehingga memunculkan kembali kepercayaan rakyat. Penguatan parpol ini sangat penting karena parpol adalah pilar demokrasi. Menurut saya, tidak ada sistem demokrasi yang betul-betul efektif jika tidak menggunakan parpol. Kompleksitas permasalahan negeri kita begitu besar dan hanya akan bisa diatasi secara politik melalui perwakilan, dan perwakilan itu parpol. Parpol harus membuat masyarakat tertarik lagi. Kalau parpol tidak dipercaya lagi, harus ditanyakan buat apa parpol didirikan. Menurut saya parpol itu sebuah sarana, tak peduli siapa yang duduk didalamnya, yang penting integritas dari moralitas parpol itu sendiri. Kecendurungan partai politik justru sebagai tempat untuk mencari “MAKAN” yang kemudian memicu fenomena politik uang di tengah biaya politik yang tinggi. Kalau masyarakat sudah apatis, itu sudah berbahaya. Nanti masyarakat ini bisa frustrasi, ga percaya lagi sama sistem. Tidak mau berpartisipasi. Bahkan suatu saat kalau ditambah dengan kondisi lain seperti kondisi ekonomi, bisa bentuk-bentuknya berupa ekspresi dalam bentuk kekerasan kolektif bisa sampai kesana. Partisipasi masyarakat termasuk juga dalam penyelenggaraan pemilu.

sumber: http://politik.kompasiana.com/2012/03/20/hilangnya-kepercayaan-masyarakat-terhadap-parpol/

review: 
Partai Politik yang jumlahnya dangat banyak di Indonesia membingungkan para pemilih. Apalagi mereka juga mengumbar janji-janji yang membuat orang seseorang makin tertarik. Namun belakangan ini, janji-janji yang diberikan pada masyarakat hanya harapan palsu belaka. Para petinggi parpol banyak yang terjerat kasus korupsi serta masalah masalah yang lain. Keadaan negara pun tidak berubah jauh, bahkan sekarang sistem pemerintahan Indonesia cenderung pasif menurut pandangan saya. Hal ini mendorong adanya GOLPUT pada setiap pemilu, banyak dari mereka yang tidak ikut menyumbangkan suara mereka. Pada UUD pun kita sebagai warga negara harus memilih calon pemimpin. Kita tidak boleh menjadi warga negara yang pasif,  berpartisipasi dalam PEMILU. Walaupun Parpol yang kita pilih nanti itu ternyata membuat kesalahan, namun setidaknya kita dapat menyalurkan aspirasi.

Jumat, 20 April 2012

Mendikbud Optimistis Kecurangan UN Bisa Diminimalkan

Liputan6.com, Jakarta: Ujian Nasional tingkat sekolah menengah atas dan kejuruan pada hari pertama berjalan dengan lancar. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M. Nuh berharap dapat meminimalkan kecurangan dalam ujian dengan format baru ini.

Saat ditemui di Jakarta, Senin (16/4), Mendikbud menjelaskan saat ini pihaknya membuat lima macam soal yang berbeda sama sekali dalam satu ruangan. Dengan demikian, siswa tidak dengan mudah mencontek.

M. Nuh mencontohkan jika jumlah siswa yang ikut Ujian Nasional di dalam kelas berjumlah 20 orang, maka duduknya diatur sedemikian rupa. Pola duduknya lima lajur ke samping dan ke belakangnya empat baris.

Siswa yang duduk bersebelahan memiliki soal yang berbeda dengan yang di sampingnya. Karena ada lima macam soal sehingga siswa tidak mudah mencontek. Setiap hari, siswa pun tidak tahu akan dapat tipe berapa soal ujiannya. "Kalau hari ini ia dapat tipe soal A, belum tentu besok dia akan dapat tipe A. Bisa jadi tipe B, C, D atau E," imbuhnya.(ADI/ANS)



sumber: http://berita.liputan6.com/read/389131/mendikbud-optimistis-kecurangan-un-bisa-diminimalkan


review: 
Meminimalkan kecurangan pada ujian mungkin saja dapat terjadi andai saja terdapat penyamarataan pendidikan pada seluruh Sekolah Menegah Atas maupun Sekolah Menengah Pertama  yang ada di Indonesia. Kebocoran soal UN pun karena adanya pihak-pihak dalam yang ingin mencari keuntungan. Para pelajar pun menggunakan bocoran karena mereka takut akan momok dari UN dan mereka tau akan kekurangan mereka. Waktu untuk mengulang pelajaran dari 3tahun pun sangat sempit. Walaupun belajar sekeras apapun pasti ada saatnya kita lupa.
Konon sekarang nilai UN menjadi patokan utama untuk masuk ke Perguruan tinggi. Namun menurut pandangan saya apabila ini dilakukan semakin banyak kecurangan-kecurangan yang terjadi. Ujian Nasional tidak seharusnya menjadi patokan anak itu lulus atau tidak. Pelajaran yang diberikan dan karakter guru-guru di setiap sekolah pun berbeda-beda, dan hanya mereka yang tahu kemampuan anak murid yang sebenarnya.
Untuk menentukan lulus atau tidaknya, pihak sekolah lah yang harus menentukan , sedangkan Ujian Nasional sebagai pengukur kemampuan mereka.

Minggu, 15 April 2012

Seorang Buruh Menjadi Pengusaha Setelah Dipecat



Seorang Buruh Menjadi Pengusaha Setelah Dipecat




Liputan6.com, Depok: Langkah Sukawi patut ditiru. Setelah dipecat, dia tak lantas putus asa. Perlahan, Sukawi bangkit mengubah nasib, dari seorang buruh menjadi majikan usaha jahit.

Awalnya, Sukawi bekerja di sebuah perusahaan garmen. Namun tiga tahun lalu, dia diberhentikan karena perusahaannya bangkrut.

Dia lalu memutar otak. Bermodal mesin jahit bekas dan tempat pinjaman, dia memulai usaha jahit. Tak hanya itu, dia juga mengumpulkan sejumlah rekannya yang senasib untuk sama-sama membangun usahanya tersebut.

Bagi Tumiran, pekerja, Sukawi yang merupakan temannya itu memang pahlawan. Dia mampu menolong buruh lain di saat mereka tengah kebingungan soal pekerjaan.

Usaha Sukawi terus berkembang. Kini dia sudah mempunyai puluhan mesin jahit. Jumlah karyawannya mencapai 45 orang dengan omzet Rp 30 juta perbulan.

Omzet itu kemudian dibagi kepada para karyawannya. Dengan begitu beban ekonomi Sukawi, Tumiran, dan karyawan yang lain berkurang. Meski jauh dari layak, mereka tetap bersykur karena masih dapat bekerja dan bertahan hidup.(ULF)



review:
Seseorang yang tidak patah semangat walaupun awalnya seorang buruh, namun perjuangan untuk memperbaiki nasibnya sangat tinggi. Dengan semangat yang kuat, Bapak Sukawi mengajak teman-temannya yang diberhentikan dari perusahaannya dan membuka usaha baru. Usaha yang dibuatnya tidak hanya mengubah hidupnya, tetapi beliau juga membuka lapangan kerja baru. Sampai sekarang karyawannya mencapai 45 orang dan usahanya menghasilkan omzet sebanyak RP. 30Juta/bulan. Walaupun terkena musibah apapun, kita tidak boleh putus asa. Hidup adalah perjuangan untuk menjadi yang lebih baik lagi.

Selasa, 10 April 2012

Kebudayaan Indonesia Tengah Kesepian

Liputan6.com, Denpasar: Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Jero Wacik menilai, sisi kebudayaan di Indonesia berada dalam kondisi kesepian. "Kesepian dalam artian, sisi budaya ketinggalan hiruk pikuknya dibandingkan sisi politik dan ekonomi," kata Jero Wacik di Denpasar, Bali, Kamis (8/9).

Dikatakan Jero Wacik, pada dasarnya kehidupan mempunyai tiga jalur besar, yakni jalur politik, ekonomi, dan budaya. Namun, katanya, posisi kebudayaan masih relatif kesepian,

"Hal itu bisa dilihat saat ada pertemuan politik, seperti kongres, seminggu sebelum acara akan sangat nampak hiruk pikuknya. Ramai tokoh yang datang, pemasangan bendera dan baliho bahkan pemberitaan dari media. Pun sama dengan kegiatan yang bernuansa bisnis," kata Jero Wacik. "Sedangkan dalam pertemuan kebudayaan, paling banyak yang datang sejumlah peserta seminar ini."

Agar budaya tak terus berada dalam kondisi kesepian, Jero Wacik mengajak segenap masyarakat menjadikan filsafat atau budaya adiluhur yang diwariskan nenek moyang, supaya dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. "Kurangilah berkelahi dan para pemimpin di semua lapisan harus punya kearifan. Pemimpin itu tidak hanya yang menjadi presiden, menteri, gubernur dan bupati, termasuk pula kepala desa dan pemimpin formal di daerah harus mempraktikkan," ujarnya.

Jero Wacik menambahkan, pemimpin di lini paling bawah ini sangat penting perannya. Jika pemimpin mau arif, konflik di tingkat masyarakat terbawah pun akan berkurang. "Kalau ada kepentingan politis, itu harus dibelakangkan. Dengan mengedepankan sisi politik justru seringkali memicu konflik horizontal," ucapnya.

Orang asing, lanjut Jero Wacik, banyak yang kagum dengan budaya Indonesia. "Mari itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Praktikkan warisan kebudayaan dengan berpikir yang baik, mengedepankan perilaku santun dan kasih sayang," ucapnya.(Ant/SHA)


sumber: http://berita.liputan6.com/read/352623/kebudayaan-indonesia-tengah-kesepian
review:
Untuk menghindari terjadinya kemerosotan pada kebudayaan Indonesia, kita sebagai anak bangsa harus mencintai kebudayaan bangsanya sendiri. Dengan melakukan hal-hal yang simple, seperti belajar tarian tarian daerahnya masing-masing. Walaupun kita tidak mahir dalam menari, tapi setidaknya kita mengerti akan kebudayaan bangsa Indonesia yang sangat beragam, agar suatu saat anak cucu kita masih mengenali ciri dari bangsanya.

Kamis, 05 April 2012

Kekerasan Anak, Salah Siapa?

Liputan6.com, Jakarta: Masyarakat, beberapa waktu lalu, dikagetkan dengan berita yang datang dari Depok, Jawa Barat. Publik bukan saja terkejut, tapi sekaligus geram bercampur rasa pilu dan prihatin.

Seorang siswa sekolah dasar (SD) ditikam teman sekolahnya dengan senjata tajam di Perumahan Cinere Indah, Depok, Jabar. Tersangka kesal, sebab korban Syaiful Munip meminta kembali telepon seluler yang dicurinya.

Sebelumnya, korban dijemput tersangka, AMN, di rumahnya. Tersangka kemudian menusuk Syaiful hingga delapan kali. Korban ditemukan bersimbah darah di dalam selokan di perumahan itu 

Hingga Selasa lalu, Syaiful masih dirawat intensif di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, untuk pemulihan 15 luka tusukan. Kondisi kesehatannya terus membaik. Namun, ia masih membutuhkan penanganan serius untuk trauma atas tindakan kekerasan yang dialaminya.

Tetangga tersangka kaget mendengar kabar bahwa AMN yang masih 13 tahun itu bisa berbuat begitu sadis. Padahal sehari-hari bocah itu dikenal berperilaku baik. Tapi menurut rekan sekolahnya, tersangka terkenal nakal dan kerap meminta atau bahkan mencuri uang temannya sendiri.

Terlepas dari semua itu, kini yang tersisa hanya pertanyaan-pertanyaan. Kok, bisa anak seusia itu bisa berlaku keji pada temannya sendiri? Ada hal apa yang terjadi pada tersangka? Apalagi penusukan yang dilakukannya bukan hanya sesuatu yang hanya bermaksud melukai, tapi seperti berniat untuk menghabisi nyawa. Lebih menyesakkan lagi karena setelah melakukan hal tersebut dia berinisiatif membuang temannya di got, mungkin dengan niat agar tidak diketahui orang.

Profesor Dr. Meutia Hatta, pakar pendidikan, berpendapat hal ini lantaran pengaruh dari tantangan masa kini. Kekerasan yang masuk tak bisa dibendung dengan baik sehingga bagian budaya kekerasan masuk ke dalam diri anak. "Mereka jadi hidup dalam situasi seperti itu," katanya.

Sedangkan sosiolog Robertus Robert menanggapi maraknya perbuatan kriminal dengan aksi kekerasan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, berkaitan erat dengan kondisi keluarga. Faktor lainnya adalah pengaruh tayangan kekerasan di media massa.

Apa yang terjadi pada AMN yang diketahui tidak memiliki riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain mungkin adalah bentuk kekerasan impulsif. Kekerasan impulsif adalah suatu reaksi yang tidak terkontrol, yang mempunyai potensi melukai orang lain yang terjadi setelah peristiwa yang dianggap membahayakan individu yang melakukan kekerasan.

Pada kasus ini kejadian yang memicu adalah ketahuannya tersangka oleh korban mencuri HP miliknya. Ketakutan atau rasa malu membuat tersangka berbuat nekat dan impulsif dengan melukai korban. Namun Yang tidak masuk akal adalah ada kesan hal yang dilakukan tersangka adalah untuk menghabisi nyawa korban agar perbuatan tersebut tidak menyebar. Kalau ini yang benar terjadi sungguh sangat menyesakkan jika kekerasan seperti ini bisa terjadi pada diri anak yang masih sangat muda itu.

Meski pada banyak kasus kekerasan impulsif oleh anak biasanya masalah pemicunya sepele, reaksi perilaku yang diberikan anak yang mengalami masalah ini terkadang lebih dari yang dibayangkan. Menendang, memecahkan barang-barang, memukul dan melukai diri sendiri adalah sebagian reaksi perilaku yang dilakukan oleh anak yang melakukan kekerasan impulsif. Selain itu berteriak, memaki, bicara kasar dan kotor atau vulgar adalah reaksi verbal yang juga sering dilakukan oleh anak yang mengalami hal ini.

Pertanyaannya adalah, di mana si anak belajar melakukan ini? Patut dipertanyakan pula dari mana tersangka memperoleh pisau yang dipakai untuk menusuk? Apakah ini sesuatu yang direncanakan ? Bagaimana juga tersangka bisa begitu tega menusuk korban berulang kali lalu membuangnya ke got?

Hal lain yang sangat mencengangkan adalah pengakuan tersangka. Kabarnya tersangka mengaku jika yang dilakukannya adalah hasil meniru adegan kekerasan di film yang ditontonnya di televisi. Jika itu benar, betapa besarnya efek yang ditularkan lewat film yang mungkin tidak pas ditonton oleh anak-anak. Contoh kekerasan lewat penggambaran yang realistis di film-film akan membuat memori yang abadi di kepala si anak. Anak tanpa sadar telah tercuci otaknya dengan film-film tersebut.

Anak adalah seorang peniru ulung. Segala gerak geriknya pada awal masa kehidupan didapatnya dari meniru orang di sekitarnya. Orangtua dan keluarga adalah tempat belajar pertama kali. Selanjutnya lingkungan akan berkontribusi lebih banyak lagi dalam membuat si anak belajar hal-hal baru termasuk dalam mengungkapkan perasaan dan berperilaku.

Kejadian yang sangat memilukan ini memang mengundang banyak perhatian dari berbagai kalangan. Pihak yang merasa terpanggil untuk mencermati dan ikut serta memberikan solusinya adalah Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, penanganan siswa penusuk temannya tetap harus dilakukan dalam kerangka kepentingan terbaik bagi anak.

Menurut dia, tindak pidana penganiayaan dan penusukan yang dilakukan tersangka merupakan tindakan melawan hukum dan tidak dibenarkan, sekalipun pelakunya anak-anak. Hanya saja, penanganan kasus tersebut, tentu tidak boleh disamakan dengan penanganan kasus serupa yang pelakunya orang dewasa.

Niam menjelaskan, ketika ada benturan antara hak korban dan hak pelaku, maka harus didahulukan hak korban, termasuk jika korban menghendaki penyelesaian lewat jalur hukum.

"Jika pilihan penanganannya melalui jalur hukum, berdasarkan pertimbangan aparat penegak hukum dan rasa keadilan korban, maka harus dipastikan bahwa prosesnya tetap menjamin hak-hak dasar anak terpenuhi," katanya.

Namun, lanjutnya, jika korban memaafkan, meski dengan syarat-syarat tertentu semisal pertanggungan biaya dan sejenisnya, hal ini bisa ditempuh dengan tetap memberi perhatian khusus kepada anak pelaku untuk kepentingan rehabilitasi. Menurut dia lagi, keluarga pelaku perlu didorong untuk bertanggungjawab dan meminta maaf kepada korban dan keluarganya.

Ketua Komnas PA Aris Merdeka Sirait menyatakan kepolisian perlu memberikan ganjaran yang tepat kepada tersangka. Solusinya adalah pelaku direhabilitasi, tapi proses hukum pidana tetap berjalan. Jadi, jika hakim memvonisnya satu tahun penjara maka dia ditempatkan bukan di penjara, melainkan di panti sosial.

Aris menilai kepolisian tidak dapat menerapkan Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) terhadap pelaku tanpa mempertimbangkan usianya. Aris juga menegaskan bahwa panti sosial lebih memenuhi syarat untuk memberi hukuman pada pelaku. Panti sosial dinilai dapat membina mental dan pola pikir pelaku yang masih di bawah umur.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi, mengatakan, meski telah melakukan kesalahan, pelaku perlu mendapat pendampingan karena masih dibawah umur. Karena itu, Komnas PA akan memberikan pendampingan kepada pelaku penusukan itu.

Menurut Kak Seto, kenekatan pelaku menusuk temannya sendiri ini menjadi catatan tersendiri. Bisa jadi tersangka merupakan korban dari situasi yang tidak kondusif dalam keluarganya. Hal ini bisa dilihat dari kondisi orangtua pelaku yang berpisah. "Kasus ini di daerah cukup banyak karena dinamika anak dan remaja tidak mendapat ruang lagi," katanya.

Kasus-kasus kenakalan anak dan remaja sering menimbulkan pro dan kontra di antara pihak penegak hukum dan pemerhati dunia anak. Kasus yang menimpa Syaiful mendapat perhatian dari banyak pihak karena termasuk sadis untuk dikategorikan sebagai kenakalan remaja.

Dalam kacamata hukum, bukti-bukti dan keterangan dari saksi yang memberatkan tersangka adalah pintu menuju hukuman. Tapi pelaku masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan pembinaan, bukan hukuman penjara.

Jika dilihat dari perspektif psikologi perkembangan, penyimpangan perilaku yang terjadi pada anak-anak di bawah umur dan remaja seharusnya dikategorikan pada kenakalan remaja (juvenile delinquency). Kenakalan remaja ini adalah perilaku-perilaku yang secara umum tidak dibenarkan oleh normal sosial, seperti tindak pelanggaran di rumah ataupun sekolah hingga ke ranah kriminal.

Kasus yang terjadi di Depok ini, kemungkinan besar pelaku melakukan imitasi perilaku dari media massa (koran ataupun televisi). Jika diperhatikan, nyaris semua korban pembunuhan yang diberitakan media massa ditemukan di selokan, semak-semak, atau tempat tersembunyi lainnya.

Korban sudah ada, lalu bagaimana hukuman yang pantas untuk kenakalan remaja (bahkan yang masuk kategori sadis seperti kasus ini)? Penjara bukanlah tempat pembinaan yang tepat karena seringkali dari penjaralah anak-anak belajar tentang kejahatan yang lain. Pelaku seharusnya diberikan pembinaan dari profesional seperti psikolog atau konselor.

 sumber: http://berita.liputan6.com/read/380147/kekerasan-anak-salah-siapa

review:
kasus yang ada diatas mencerminkan betapa kurangnya bimbingan orang tua ketika anak sedang menonton. Hal ini sangat menyedihkan karena tidak mungkin seorang anak dapat membunuh temannya serta melakukan percurian tanpa adanya influence dari apa yang dia lihat.
Sinetron yang tayang di tv swasta pun banyak mengambil adegan adegan pertengkaran dan seringkali melakukan hal pembunuhan. Hal inilah yang tidak harus dipertontonkan kepada anak kecil karena anak kecil itu bersifat meniru apa yang dia lihat.

untuk mencegah terjadi hal seperti itu lagi maka peran orang tua sangat penting karena apabila ada adegan seperti orang tua segera mematikan TV agar anak mereka tidak meniru adegan tersebut